Powered By Blogger

Jumat, 01 April 2011

Bagaimana Strategi & Perencanaan Pembangunan Indonesia Dimasa yang Akan Datang.

A. PENGERTIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Istilah “perencanaan pembangunan”, khususnya pembangunan ekonomi, sudah biasa terdengar dalam pembicaraan sehari-hari. Akan tetapi, “perencanaan” diartikan berbeda-beda dalam buku yang berbeda.
Conyers & Hills (1994) mendefinisikan “perencanaan” sebagai ”suatu proses yang bersinambungan”, yang mencakup “keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang.“ Definisi tersebut mengedepankan 4 unsur dasar perencanaan, yakni
1.) Pemilihan.
”Merencanakan berarti memilih,” kata Yulius Nyerere (mantan Presiden Tanzania) ketika menyampaikan pidato Repelita II Tanzania pada tahun 1969. Artinya, perencanaan merupakan proses memilih di antara berbagai kegiatan yang diinginkan, karena tidak semua yang diinginkan itu dapat dilakukan dan dicapai dalam waktu yang bersamaan. Hal itu menyiratkan bahwa hubungan antara perencanaan dan proses pengambilan keputusan sangat erat. Oleh karena itu, banyak buku mengenai perencanaan membahas pendekatan-pendekatan alternatif dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan urutan tindakan di dalam proses pengambilan keputusan.
2.) Sumber daya.
Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya. Penggunaan istilah “sumber daya” di sini menunjukkan segala sesuatu yang dianggap berguna dalam pencapaian suatu tujuan tertentu. Sumber daya di sini mencakup sumber daya manusia; sumber daya alam (tanah, air, hasil tambang, dan sebagainya); sumber daya modal dan keuangan. Perencanaan mencakup pro-ses pengambilan keputusan tentang bagaimana sumber daya yang tersedia itu digunakan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, kuantitas dan kualitas sumber daya tersebut sangat berpengaruh dalam proses memilih di antara berbagai pilihan tin-dakan yang ada.
3.)Tujuan.
Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Konsep perencanaan sebagai alat pencapaian tujuan muncul berkenaan dengan sifat dan SIMRENAS: Panduan Pemahaman dan Pengisian Data Dasar Perencanaan Pembangunan proses penetapan tujuan. Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh seorang perencana adalah bahwa tujuan-tujuan mereka kurang dapat dirumuskan secara tepat. Sering kali tujuan-tujuan tersebut didefinisikan secara kurang tegas, karena kadang kala tujuan-tujuan tersebut ditetapkan oleh pihak lain.
4.) Waktu.
Perencanaan mengacu ke masa depan. Salah satu unsur penting dalam perencanaan adalah unsur waktu. Tujuan-tujuan perencanaan dirancang untuk dicapai pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, perencanaan berkaitan dengan masa depan. Dalam perencanaan kita pasti ingin kegiatan yang kita lakukan itu semaksimal mungkin dan dalam waktu yang singkat, sehingga bisa optimal dan efektif.
Pembangunan ekonomi wilayah memberikan perhatian yang luas terhadap keunikan karakteristik wilayah (ruang). Pemahaman terhadap sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur dan kondisi kegiatan usaha dari masing-masing daerah di Indonesia serta interaksi antar daerah (termasuk diantara faktor-faktor produksi yang dimiliki) merupakan acuan dasar bagi perumusan upaya pembangunan ekonomi nasional ke depan.UU 24/1992 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa ruang dipahami sebagai suatu wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruangudara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Dalam konteks ini, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur wilayah dan kegiatan usaha merupakan unsur pembentuk ruang wilayah dan sekaligus unsur bagi pembangunan ekonomi nasional yang lebih merata dan adil.
STRATEGI & PEMBANGUNAN INDONESIA KE DEPAN.
Tantangan pembangunan Indonesia ke depan sangat berat dan berbeda dengan yang sebelumnya. Paling tidak ada 4 (empat) tantangan yang dihadapi Indonesia, yaitu:
(i) otonomi daerah,
(ii) pergeseran orientasi pembangunan sebagai negara maritim,
(iii) ancaman dan sekaligus peluang globalisasi, serta
(iv) kondisi objektif akibat krisis ekonomi
A. Pertama, Undang-undang No. 22 tahun 1999 secara tegas meletakkan otonomi daerah di daerah kabupaten/kota. Hal ini berarti telah terjadi penguatan yang nyata dan legal terhadap kabupaten/kota dalam menetapkan arah dan target pembangunannya sendiri. Di satu sisi, penguatan ini sangat penting karena secara langsung permasalahaan yang dirasakan masyarakat di kabupaten/kota langsung diupayakan diselesaikan melalui mekanisme yang ada di kabupaten/kota tersebut. Tetapi, di sisi lain, otonomi ini justru menciptakan ego daerah yang lebih besar dan bahkan telah menciptakan konflik antar daerah yang bertetangga dan ancaman terhadap kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara (“Eenheidstaat”), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)dengan beberapa dasar pertimbangan :
Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
Dati II adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
B. Kedua, reorientasi pembangunan Indonesia ke depan adalah keunggulan sebagai negara maritim. Wilayah kelautan dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi pembangunan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional. Perencanaan pembangunan di Indonesia didasarkan pada paradigma pembangunan nasional, kebijaksanaan pembangunan, orientasi pembangunan, kewenangan pengelolaan dana pembangunan, mekanisme penyaluran dana pembangunan, mekanisme perencanaan pembangunan, arah kebijaksanaan program pembangunan.Secara empiris proses perencanaan pembangunan di Indonesia dalam kurun waktu 30 tahun terakhir sejak Pembangunan Lima Tahun Tahap Pertama hingga sekarang dapat disimpulkan bahwa paradigma pembangunan nasional bergesekan dan bergeser antara paradigma pertumbuhan dan paradigma pemerataan. Jika paradigma pertumbuhan menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang diukur oleh angka Produk Domestik Bruto (PDB), maka paradigma pemerataan menekankan pada pemerataan kesejahteraan kepada seluruh warga negara yang diukur oleh angka Index Pembangunan Manusia (Human Development Index). Meskipun salah satunya atau bahkan keduanya diterapkan sebagai paradigma perencanaan, ternyata kenyataan menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin yang ditunjukkan oleh Indeks Kemiskinan Manusia (Human Poverty Index) di Indonesia masih tergolong cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain.
C. Ketiga, ancaman dan peluang dari globalisasi ekonomi terhadap Indonesia yang terutama diindikasikan dengan hilangnya batas-batas negara dalam suatu proses ekonomi global. Proses ekonomi global cenderung melibatkan banyak negara sesuai dengan keunggulan kompetitifnya seperti sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur, penguasaan teknologi, inovasi proses produksi dan produk, kebijakan pemerintah, keamanan, ketersediaan modal, jaringan bisnis global, kemampuan dalam pemasaran dan distribusi global. Perencanaan pembangunan di Indonesia didasarkan pada paradigma pembangunan nasional, kebijaksanaan pembangunan, orientasi pembangunan, kewenangan pengelolaan dana pembangunan, mekanisme penyaluran dana pembangunan, mekanisme perencanaan pembangunan, arah kebijaksanaan program pembangunan.  Meskipun salah satunya atau bahkan keduanya diterapkan sebagai paradigma perencanaan, ternyata kenyataan menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin yang ditunjukkan oleh Indeks Kemiskinan Manusia (Human Poverty Index) di Indonesia masih tergolong cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain.Ada empat manfaat yang dirasakan dari globalisasi ekonomi, yaitu (i) spesialisasi produk yang didasarkan pada keunggulan absolut atau komparatif, (ii) potensi pasar yang besar bagi produk masal, (iii) kerjasama pemasaran bagi hasil bumi dan tambang untuk memperkuat posisi tawar, dan (iv) adanya pasar bersama untuk produk-produk ekspor yang sama ke pasar Asia Pasifik yang memiliki 70% pasar dunia. Di sisi lain, globalisasi juga memberikan ancaman terhadap ekonomi nasional dan daerah berupa membanjirnya produk-produk asing yang menyerbu pasar-pasar domestik akibat tidak kompetitifnya harga produk lokal.
D. Terakhir, kondisi objektif akibat krisis ekonomi (jatuhnya kinerja makro ekonomi menjadi –13% dan kurs rupiah yang terkontraksi sebesar 5-6 kali lipat) dan multi dimensi yang dialami Indonesia telah menyebabkan tingginya angka penduduk miskin menjadi 49,5 juta atau 24,2% dari total penduduk Indonesia pada tahun 1997/1998 dan mulai membaik pada tahun 1999 menjadi 23,4% atau 47,97 juta jiwa. Di sisi lain, krisis ekonomi ini menjadi pemacu krisis multidimensi, seperti krisis sosial, dan krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Hal yang sering terlupakan dari kebijakan Pembangunan ekonomi nasional sejak mulai tahun 1969 sampai sekarang adalah semakin melebarnya jurang kesenjangan antar wilayah secara nasional, yaitu antara perkembangan Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang meliputi Pulau Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali dan kepulauan Nusa Tenggara, relatif jauh tertinggal dibandingkan dengan perkembangan Kawasan Barat Indonesia (KBI). Faktafakta yang mendasari diperlihatkan sebagai berikut:
• Kesenjangan sumberdaya manusia antara KTI dengan KBI yang secara kuantitatif adalah 20% dengan 80% tahun 2002, dan secara kualitatif ditandai oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 62,9 di KTI dan 65,7 di KBI
• Kesenjangan ekonomi antara KTI dengan KBI adalah 19% dengan 81% tahun 2002 yang dirinci dalam kinerja sektor-sektor utama, yaitu (i)
kontribusi sektor pertanian di KTI dan KBI (22% dan 78%), (ii) sector industri di KTI dan KBI (10% dan 90%), (iii) investasi asing (PMA) 13,5% dan 86,5%, investasi dalam negeri (PMDN) 19,5% dan 80,5%, dan (iv) ekspor-impor 20% dan 80%.
• Kondisi sumberdaya alam di KTI umumnya melimpah dengan sumberdaya lahan (kehutanan dan perkebunan) di Kalimantan, Papua, dan Sulawesi; kelautan di hampir seluruh wilayah KTI dan mineral di Kalimantan, Papua dan Sulawesi serta Nusa Tenggara dan Maluku. Sedangkan di KBI relative sudah dieksploitasi dengan kegiatan ekonomi perkebunan seperti di Sumatera, kehutanan di Sumatera, industri dan jasa di Jawa dan sebagian Sumatera.
• Kondisi sumberdaya buatan/infrastruktur di KTI umumnya masih sangat terbatas dan terkonsentrasi hanya pada wilayah-wilayah tertentu, dan
belum berwujud sistem jaringan (networking), dibandingkan dengan di KBI yang sudah berwujud sistem jaringan jalan, rel, listrik, lekomunikasi,
sumberdaya air/irigasi, dan sistem kota-kota.Perencanaan pembangunan di Indonesia didasarkan pada paradigma pembangunan nasional, kebijaksanaan pembangunan, orientasi pembangunan, kewenangan pengelolaan dana pembangunan, mekanisme penyaluran dana pembangunan, mekanisme perencanaan pembangunan, arah kebijaksanaan program pembangunan.
Jika paradigma pertumbuhan menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang diukur oleh angka Produk Domestik Bruto (PDB), maka paradigma pemerataan menekankan pada pemerataan kesejahteraan kepada seluruh warga negara yang diukur oleh angka Index Pembangunan Manusia (Human Development Index). Meskipun salah satunya atau bahkan keduanya diterapkan sebagai paradigma perencanaan, ternyata kenyataan menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin yang ditunjukkan oleh Indeks Kemiskinan Manusia (Human Poverty Index) di Indonesia masih tergolong cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain. Perencanaan pembangunan di Indonesia didasarkan pada paradigma pembangunan nasional, kebijaksanaan pembangunan, orientasi pembangunan, kewenangan pengelolaan dana pembangunan,

sumber:  
http://tarymagetan.wordpress.com/2011/03/19/strategi-dan-perencanaan-pembangunan-indonesia-dimasa-yang-akan-datang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar