Powered By Blogger

Sabtu, 30 November 2013

AKUNTAN PUBLIK DALAM PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI

Nama : Jhon Philip Sinulingga
NPM : 23210754
Kelas : 4EB10


Judul             : AKUNTAN PUBLIK DALAM PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI
Pengarang     : Listya Kanda Dewi
Latar Belakang
            Seiring dengan berkembangnya industri dan bisnis, profesi akuntan publik juga mengalami perkembangan. Kebutuhan dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat luas akan jasa akuntan publik inilah yang menjadi pemicu perkembangan tersebut. Machfoedz (1997), seorang akuntan dikatakan profesional apabila memenuhi tiga syarat, yaitu berkeahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Karakter menunjukkan personality seorang profesional, yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya.
Sikap dan tindakan etis akuntan publik diatur dalam Kode Etik Akuntan Publik. Kode etik tersebut dimaksudkan sebagai panduan tentang bagaimana seharusnya para akuntan bertindak. Namun, karena profesi ini semakin berkembang dan peningkatan persaingannya pun semakin tajam, maka upaya untuk menerapkan kode etik dengan tepat menjadi semakin sulit.
Farhan (2009: 3) menyebutkan bahwa banyak laporan keuangan perusahaan yang mendapat unqualified opinion dari akuntan publik, namun justru setelah laporan itu keluar, perusahaan yang bersangkutan mengalami kepailitan. Hal ini mengindikasikan ada yang tidak beres dalam proses pemeriksaan laporan keuangan tersebut. Pada kenyataannya memang selalu ada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para akuntan publik. Contoh kasus penyimpangan antara lain adalah skandal antara Enron Corporation dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Anderson.
Adanya skandal pelanggaran kode etik tersebut telah menciderai profesi akuntan publik dan mengakibatkan citra atau kepercayaan publik terhadap akuntan publik semakin merosot. Terjadinya kasus-kasus penyimpangan kode etik tersebut juga menunjukkan bahwa menegakkan kode etik akuntan publik tidaklah mudah. Profesi akuntan publik sering dihadapkan pada dilema etis dari setiap jasa yang ditawarkan. Situasi konflik dapat terjadi ketika seorang akuntan publik harus membuat professional judgement dengan mempertimbangkan sudut pandang moral. Situasi konflik atau dilema etis seperti hal di atas merupakan tantangan bagi profesi akuntan publik.
Berdasarkan hal tersebut, penulis menganggap bahwa dalam membangun citra akuntan publik di mata publik, akuntan publik harus bisa menjalani perannya sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan kode etik yang berlaku.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dengan metode kualitatif, maka data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai (Sugiyono,2010: 181).
Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah etika akuntan publik dalam KAP atau dalam arti bahwa bagaimana akuntan publik menerapkan etika profesi dalam menjalankan kewajibannya. Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sumber data berupa data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara penulis dengan pemimpin dan beberapa anggota KAP. Sedangkan data sekunder yang digunakan antara lain adalah dokumentasi yang berasal dari Kode Etik Akuntan Publik, Undang-Undang Akuntan Publik, Standar Profesional Akuntan Publik, buku-buku, artikel, makalah, dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan penelitian ini.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles & Huberman, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing / verification.
Uji keabsahan data yang dilakukan dalam penelitian ini, antara lain adalah:
1. Uji Kredibilitas, yang meliputi:
a. Perpanjangan pengamatan
b. Peningkatan ketekunan
c. Analisis kasus negatif
d. Menggunakan bahan referensi
e. Diskusi dengan teman sejawat
2. Uji Transferability
3. Uji Comfirmability
Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di KAP di Kota Malang. Orang-orang yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah pihak yang secara aktif dan komprehensif terkait langsung dalam lingkup akuntan publik. Mereka adalah orang-orang yang bisa dibilang memiliki banyak pengalaman terkait etika profesi. Mereka sudah pernah memberikan macam-macam jasa assurance. Mereka juga telah menemui berbagai klien dalam bidang bisnis yang berbeda-beda. Kualifikasi informan terdiri atas tiga jabatan auditor: partner, manajer, dan senior auditor.
Posisi akuntan publik berada di tengah-tengah para pemangku kepentingan pengguna informasi laporan keuangan. Ada kepentingan manajemen perusahaan, kepentingan para shareholder, dan pihak luar lain yang mana kepentingannya berbeda-beda. Posisi ini membuat akuntan publik banyak bersinggungan dengan masalah yang biasa disebut dengan konflik audit atau dilema etis. Arens & Loebbecke (2000) menyatakan dilema etis adalah situasi yang dihadapi seseorang sehingga keputusan mengenai perilaku yang layak harus dibuat. Dilemma etis yang biasanya sering kali muncul adalah dilemma etis yang berkaitan dengan:
1. Penerimaan Perikatan: Klien versus Keahlian Profesional
Dilema etis ini biasanya dialami ketika ada penerapan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) baru, dimana calon klien pertama kali menerapkan SAK tersebut dalam laporan keuangannya. Dalam hal ini tindakan yang diambil adalah akan mengukur terlebih dahulu kemampuan tim terkait pengetahuan dan penerapan SAK baru tersebut, apakah sudah memadai atau belum, baru kemudian memutuskan untuk menerima atau menolak perikatan itu.
2. Imbalan Jasa Profesional (Fee minimal)
Berdasarkan isi paragraf 1, seksi 240, Kode Etik Akuntan Publik bagian B, sebenarnya tidak ada patokan berapa jumlah imbalan jasa yang seharusnya diterima oleh KAP. Imbalan jasa ditentukan berdasarkan kesepakatan antara klien dan KAP. Namun pada kenyataannya untuk mencapai kesepakatan harga tidaklah mudah. Beberapa klien selalu meminta pembayaran yang lebih rendah dari pada yang diusulkan. Padahal kalau dibandingkan antara jumlah KAP dengan perusahaan yang membutuhkan jasanya, seharusnya perusahaan membayar mahal, karena jumlah perusahaan yang butuh diaudit jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah KAP. Harga (fee) seharusnya naik atau stabil pada tingkat yang tinggi.
3. Independensi
Setiap ketentuan yang mengatur tentang akuntan publik, baik itu SPAP, SPM, maupun kode etik mewajibkan akuntan publik untuk bersikap independen terhadap klien sehubungan dengan kapasitas mereka untuk melindungi kepentingan publik. Menurut KBBI, independen artinya berdiri sendiri, berjiwa bebas, tidak terikat pada pihak lain. Independensi merupakan hal yang unik dalam profesi akuntan, karena akuntan dituntut independen dari pengaruh klien sedangkan di sisi lain akuntan harus memenuhi keinginan klien karena klien lah yang membayar imbalan.
Upaya –upaya yang telah dilakukan informan dalam penegakan kode etik antara lain adalah:
1.    Meningkatkan religiusitas
Etika erat kaitannya dengan moralitas. Ludigdo (2007: 34) mengungkapkan bahwa inti dari terletak dalam sikap hati seseorang. Sikap hati yang demikian tidak terlepas dari hubungan transendensi manusia dengan Tuhan. Oleh karena itu peningkatan religiusitas diperlukan untuk memperkokoh sikap hati.
2.    Meningkatkan Kompetensi dan Mengikuti Pelatihan
Seperti yang tercantum dalam UU AP, setiap akuntan publik itu wajib menjaga kompetensi melalui pelatihan profesional berkelanjutan. Meningkatkan kemampuan dan kompetensi itu sangat penting karena keahlian akuntan publik mempunyai dampak langsung terhadap pekerjaan. Dalam kode etik juga disebutkan bahwa pemeliharaan kompetensi professional membutuhkan kesadaran dan pemahaman yang berkelanjutan terhadap perkembangan teknis profesi dan perkembangan bisnis yang relevan. Hal ini berarti akuntan publik harus terus meng-update pengetahuan dan kemampuannya secara rutin. Hal yang bisa dilakukan terkait hal ini adalah dengan mengikuti pendidikan profesi atau melalui pelatihan.
3.    Membangun keteladanan (bagi pemimpin KAP)
Pemimpin KAP harus bisa memberikan teladan yang baik kepada staf dalam menjaga perilaku etis. Penelitian dari Maryani & Ludigdo (2001) juga membuktikan 64,91 % responden menyatakan bahwa perilaku atasan mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan.
4.    Mendesain Sistem
Ketiga upaya di atas merupakan upaya pribadi para informan yang berasal dari diri sendiri. Selain upaya individu, juga diperlukan upaya dari organisasi untuk menegakkan kode etik. Salah satu upaya para informan yang dilakukan dalam konteks organisasi tersebut adalah dengan membangun sistem di KAP yang menunjang perilaku etis.
5.    Menciptakan kultur etis
Upaya selanjutnya yang dibangun para informan secara bersama-sama dengan rekan seprofesinya adalah menciptakan kultur etis dalam KAP. Adanya kultur yang bersifat lebih lunak ini bisa mengimbangi kehadiran sistem yang tegas. Dalam penelitian Maryani & Ludigdo (2001) tersirat bahwa 76,32 % responden menyatakan budaya organisasi mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan. Budaya organisasi yang dikembangkan informan untuk membantu menegakkan etika, kebanyakan adalah kekeluargaan, keterbukaan, dan kerja sama. Ketiga kultur itu bias dibangun melalui pola komunikasi.
Walaupun beberapa upaya telah dilakukan, namun jalannya penegakan kode etik belum bisa mulus karena beberapa hambatan berikut:
1. Tidak semua akuntan publik memiliki kesadaran etis yang tinggi dan untuk menumbuhkan
kesadaran etis itu tidaklah mudah.
2. Cara untuk mengontrol etika susah, sehingga kasus pelanggaran tidak banyak diketahui.
3. Adanya sifat sungkan dari sesama profesi untuk mengadukan pelanggaran kode etik.
4. Belum jelasnya mekanisme pemberian sanksi dan proses peradilan atas kasus pelanggaran
kode etik.
Berbagai upaya telah dilakukan, namun pelanggaran kode etik rupanya bagaikan masalah klasik yang masih mengusik. Rintangan baru bermunculan, seolah menyisakan pekerjaan rumah untuk para profesional. Menciptakan dunia akuntan publik tanpa pelanggaran etika memang sebuah mimpi besar yang tidak mudah diraih, tapi tidak mustahil untuk tercapai. Semua pihak yang berkepentingan hendaknya secara simultan mengambil peran mereka dan saling bersinergi dalam menjalankan peran masing-masing untuk perbaikan penegakan kode etik akuntan publik. Pihak-pihak yang diharapkan adalah:
1. Akuntan Publik
Akuntan publik tetap menjadi pemeran utama dalam penegakan kode etik ini. Setiap profesional harus menjaga citra diri dengan terus memperbaiki kualitas etikanya. Meningkatkan religiusitas, memelihara kompetensinya dengan mengikuti pelatihan, serta mengingatkan akuntan publik lain di sekitarnya harus terus dilakukan. Bagi akuntan publik yang menjabat sebagai pemimpin, perannya bertambah satu yaitu memberi keteladanan bagi para stafnya.
2. Kantor Akuntan Publik (KAP)
KAP berperan sebagai tempat bernaung akuntan publik yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perkembangan profesional. Sistem yang tegas dan budaya organisasi harus terus dievaluasi dan ditingkatkan agar terbentuk atmosfer yang kuat guna menunjang perilaku etis akuntan publik di dalamnya.
3. Asosiasi Profesi Akuntan Publik / Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)
Para informan sepakat bahwa IAPI harus bertindak lebih untuk menegakkan etika. Ada dua hal pokok yang harus dibenahi oleh IAPI, yaitu pencegahan dan penanggulangan. Langkah pencegahan yang bisa dibuat pertama adalah dengan mengadakan program peningkatan etik dan pengembangan moral. Langkah pencegahan yang kedua yaitu melalui kontrol atau pengawasan akuntan publik oleh IAPI. Terakhir, untuk mencegah pelanggaran kode etik, IAPI seharusnya juga bisa memakmurkan akuntan publik. Ini dilakukan untuk mengantisipasi masalah fee yang terlalu rendah. Terkait hal ini, IAPI bisa mengeluarkan kebijkan tentang tarif minimal pemberian jasa.
4. Pembuat Regulasi
Pembuat regulasi berarti adalah dari pihak pemerintah yang berhubungan dengan profesi akuntan publik, bisa dari Menteri Keuangan, Departemen Keuangan, Bappepam, atau badan lain yang terkait. Menurut Raka, Bappepam juga bisa melakukan pembinaan seperti halnya asosiasi dan departemen bisa melakukan review periodik yang lebih merata.
5. Pengguna Jasa
Peran yang bisa dilakukan oleh pengguna jasa adalah membantu memberi laporan dan memberi sanksi moral ketika menjumpai akuntan publik atau KAP yang melanggar kode etik. Selain itu sanksi moral juga bisa dilakukan oleh klien, perbankan, atau badan perpajakan.
6. Sekolah dan Universitas
Untuk membentuk pribadi yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral, perilaku etis perlu ditanamkan sejak dini. Selain dalam lingkungan keluarga, hal ini juga bisa diterapkan dalam jenjang pendidikan. Pada jenjang sekolah, moralitas hendaknya kerap dihimbau dan diajarkan karena guru juga mempunyai tanggung jawab untuk membimbing dan mengingatkan. Pada jenjang pendidikan tinggi, mahasiswa sudah dianggap dewasa dan tidak perlu dibimbing. Selain itu, kuliah etika saja juga tidak cukup, lingkungan yang menjunjung moralitas juga harus diupayakan di lingkungan kampus. Jadi, sebagai pencetak akuntan-akuntan baru, seharusnya perguruan tinggi juga ikut andil dalam membantu menegakkan kode etik.
Demikianlah peran-peran yang ditawarkan para informan untuk membangun dunia akuntan publik yang lebih beradap. Selain itu, akuntan publik juga harus melakukan upaya-upaya tersebut dengan penuh kesadaran. Karena dengan kesadaran, seseorang akan bias membuat pilihan mana yang baik dan buruk dan secara otomatis akan mampu melakukan tindakan yang baik. Akuntan publik yang memainkan perannya dengan kesadaran berarti akuntan publik tersebut mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang etika profesi, mampu mengambil sikap ketika dihadapkan dengan dilema etis, dan mampu menentukan perilaku yang bijak dengan tetap mempertahankan etika profesi. Dengan solusi-solusi tersebut diharapkan semua akuntan publik bisa menyadari tanggung jawabnya dan menyayangi profesinya sehingga menjadi auditor yang beretika, bermoral tinggi, dan mengedepankan nurani. Bahkan ketika menghadapi situasi yang kacau, moral dan kode etik bukan sekedar lawakan belaka lagi, melainkan bisa dijadikan senjata untuk melawan situasi konflik.
Kesimpulan
Penelitian ini membahas mengenai upaya-upaya yang dilakukan akuntan publik dalam menegakkan kode etik profesi pada suatu Kantor Akuntan Publik (KAP). Selain itu, penelitian ini juga memberi gambaran terkait tantangan dan dilema etis yang dialami oleh para praktisi akuntan publik dalam menerapkan kode etik akuntan publik. Tujuan yang ingin dicapai dengan penelitian ini adalah mendeskripsikan tentang bagaimana akuntan publik menegakkan kode etik profesi dalam menjalankan tugasnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Dengan metode kualitatif, maka data yang didapat akan lebih lengkap, mendalam, kredibel, dan bermakna. Subjek dalam penelitian ini adalah akuntan publik di Kota Malang. Data diperoleh melalui dokumentasi, wawancara, dan observasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab pelanggaran kode etik berawal dari dilema etis. Dilema etis yang sering muncul adalah yang berkaitan dengan (1) Penerimaan perikatan (Klien versus Keahlian Profesional); (2) Imbalan jasa profesional (fee minimal); (3) Independensi. Upaya-upaya yang telah dilakukan informan dalam penegakan kode etik antara lain adalah (1) Meningkatkan religiusitas; (2) Meningkatkan kompetensi dengan mengikuti pelatihan; (3) Membangun keteladanan (bagi pemimpin KAP); (4) Mendesain sistem; (5) Menciptakan kultur etis.
Menegakkan kode etik profesi itu tidaklah mudah, karena penyimpangan kode etik masih terus terjadi. Oleh karena itu upaya-upaya tersebut perlu dilakukan secara kontinyu dan akuntan publik harus melakukannya dengan penuh kesadaran. Selain itu juga dibutuhkan peran semua pihak yang berkepentingan untuk saling bersinergi demi terwujudnya penegakan kode etik akuntan publik yang lebih baik.

Sumber :
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CC0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fjimfeb.ub.ac.id%2Findex.php%2Fjimfeb%2Farticle%2Fdownload%2F309%2F256&ei=xd6ZUrLEIo-ZiQeduYH4CQ&usg=AFQjCNFeB6vbQw2IBCJpR4-4SZECrcvVSA&sig2=nydC98g4fJFjUawDqyw8iA&bvm=bv.57155469,d.aGc

Kamis, 31 Oktober 2013

Perilaku Etika Dalam Bisnis



Perilaku Etika Dalam Bisnis
1.      Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu: pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis. Lingkungan bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.

2.      Kesaling – tergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.

3.      Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.

4.      Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Perkembangan dalam etika bisnis dibagi menjadi 5 periode yaitu sebagai berikut :
Situasi Dahulu : Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
Masa Peralihan tahun 1960-an : ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
Etika Bisnis Lahir di AS tahun 1970-an : sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
Etika Bisnis Meluas ke Eropa tahun 1980-an : di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN),
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global tahun 1990-an : tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

5.      Etika Bisnis dan Akuntan
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi,  objektif dan mengutamakan integritas.  Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya  telah membuktikan  bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.


Perilaku Dalam Etika Bisnis:

1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yangmencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.

sumber :

Nama : Jhon Philip Sinulingga 
NPM : 23210754
Kelas : 4EB10
 

Pengertian Etika Profesi Akuntansi


Etika Profesi Akuntansi yaitu suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan.
ETIKA
Etika (Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama:
  1. Meta-etika (studi konsep etika)
  2. Etika Normatif (studi penentuan nilai etika)
  3. Etika Terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
Jenis Etika terbagi menjadi dua, yaitu :
  • Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah (fay overlay) dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
Berikut ini merupakan dua sifat etika :
  1. Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
  2. PraktisCabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
  • Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis.
Akuntan Publik
 yaitu seorang praktisi dan gelar profesional yang diberikan kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan RI untuk memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit kinerja dan audit khusus serta jasa dalam bidang non-atestasi lainnya seperti jasa konsultasi, jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan akuntansi dan keuangan.Ketentuan mengenai praktek Akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen keuangan R.I. Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai akuntan publik di Indonesia, seorang akuntan harus lulus dalam ujian profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dan kepada lulusannya berhak memperoleh sebutan “Bersertifikat Akuntan Publik” (BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Sertifikat Akuntan Publik tersebut merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan izin praktik sebagai Akuntan Publik dari Departemen Keuangan.
Profesi ini dilaksanakan dengan standar yang telah baku yang merujuk kepada praktek akuntansi di Amerika Serikat sebagai ncgara maju tempat profesi ini berkembang. Rujukan utama adalah US GAAP (United States Generally Accepted Accounting Principle’s) dalam melaksanakan praktek akuntansi. Sedangkan untuk praktek auditing digunakan US GAAS (United States Generally Accepted Auditing Standard), Berdasarkan prinsip-prinsip ini para Akuntan Publik melaksanakan tugas mereka, antara lain mengaudit Laporan Keuangan para pelanggan.

Akuntan Pemerintah
Akuntan Pemerintah, adalah akuntan yang bekerja pada badan-badan pemerintah seperti di departemen, BPKP dan BPK, Direktorat Jenderal Pajak dan lain-lain.

Akuntan Pendidik
Akuntan Pendidik, adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi yaitu mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi dan melakukan penelitian di bidang akuntansi.

Akuntan Manajemen/Perusahaan
Akuntan Manajemen, adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi. Tugas yang dikerjakan adalah penyusunan sistem akuntansi, penyusunan laporan akuntansi kepada pihak intern maupun ekstern perusahaan, penyusunan anggaran, menangani masalah perpajakan dan melakukan pemeriksaan intern.

Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika, sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)
  • Tanggung jawab profesi
seorang akuntan harus bertanggung jawab dan mempertimbangkan moral dan profesional dalam segala kegiatan yang dilakukan.
  • Kepentingan publik
seorang akuntan harus melayani kepentingan publik, menghrmati publik dan menjaga komitmen profesionalisme.
  • Integritas
seorang akuntan harus manjaga kepercayaan publik, memenuhi tanggungjawab dan meningkatkan integritas setinggi mungkin.
  • Obyektifitas
seorang akuntan dalam memenuhi tanggungjawabnya harus menjaga obyektifitas dan menjaga benturan dari kepentingan
  • Kompetensi dan kehati-hatian
seorang akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
  • Kerahasiaan
seorang akuntan harus menjaga kerahasiaan kepentingan kliennya dan tidak boleh mengungkapkan informasi tanpa persetujuan kecuali ada hak profesional dan hukum untuk mengungkapkannya.
  • Perilaku profesional
sebagai akuntan profesional dituntut konsisten dan selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhkan perilaku yang dapat menjatuhkan profesionalisme.
  • Standar Teknis
akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan

PROFESI
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknikdan desainer
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
Karakteristik Profesi terbagi menjadi 11, yaitu :
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi:
  1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis : Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktik.
  2. Asosiasi profesional : Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
  3. Pendidikan yang ekstensif : Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
  4. Ujian kompetensi : Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis.
  5. Pelatihan institutional : Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
  6. Lisensi : Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
  7. Otonomi kerja : Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.
  8. Kode etik : Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
  9. Mengatur diri : Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
  10. Layanan publik dan altruisme : Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
  11. Status dan imbalan yang tinggi : Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat. 
AKUNTANSI
Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai “bahasa bisnis”.Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu laporan keuangan yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manajer, pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham, kreditur, atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini dikenal dengan istilah pembukuan. Akuntansi keuangan adalah suatu cabang dari akuntansi dimana informasi keuangan pada suatu bisnis dicatat, diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan. Auditing, satu disiplin ilmu yang terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi, adalah suatu proses dimana pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu pendapat atau opini – yang masuk akal tapi tak dijamin sepenuhnya – mengenai kewajaran dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.
Daftar Pustaka :
Nama : Jhon Philip Sinulingga
NPM  : 23210754
Kelas : 4EB10