Powered By Blogger

Rabu, 28 November 2012

Cara Mengatasi Kejenuhan dalam Belajar (BI-01-SS-12)


Pengertian
Kejenuhan adalah suatu kondisi mental di mana seseorang merasa dihinggapi kebosanan yang amat sangat untuk melakukan tugas rutin yang sudah sejak lama dilakukannya. Secera ringkas kejenuhan dapat diartikan sebagai kebosanan yang amat sangat.
Tugas rutin yang sering dihambat oleh timbulnya kejenuhan di antaranya adalah belajar dan bekerja.  Untuk orang yang masih berstatus pelajar atau mahasiswa, mereka bisa mengalami kejenuhan belajar. Untuk orang yang berstatus pekerja dalam bidang apa saja, mereka bisa mengalami kejenuhan bekerja. Dalam kesempatan ini kita akan membahas masalah kejenuhan belajar.
Kejenuhan belajar adalah suatu kondisi mental di mana seorang pelajar atau mahasiswa mengalami kebosanan yang amat sangat untuk melakukan aktifitas belajar, dan kebosanan tsb membuat motivasi belajar mereka menurun.
Faktor penyebab kejenuhan dalam belajar
Kejenuhan dalam bidang apa saja pada umumnya disebabkan oleh aktifitas rutin yang dilakukan dengan cara yang monoton atau tidak berubah-ubah, dalam waktu lama.
Dengan demikian kejenuhan belajar biasanya lebih sering menghinggapi pelajar atau  mahasiswa yang sejak SD sudah menjadi pelajar yang rajin.
Berbagai penyebab kejenuhan belajar yang perlu diketahui di antaranya adalah sebagai berikut:
Ø  Belajar dilakukan dengan metode yang tidak bervariasi.
Ø  Belajar hanya dilakukan ditempat tertentu saja. Misalnya di kamar tidur
Ø  Kondisi ruang belajar yang tidak berubah-ubah, terutama di rumah
Ø  Kurang melakukan aktifitas rekreasi atau hiburan untuk menetralisir kelelahan berpikir setelah beajar
Ø  Adanya ketegangan mental yang kuat dan berlarut-larut di saat belajar.
Ketegangan mental tsb bisa timbul dari beban pelajaran yang terlalu berat, target untuk mencapai prestasi puncak, guru / dosen yang terlalu galak / killer, dan hal-hal lain yang menimbulkan ketegangan mental.
Cara mencegah & mengatasinya,yaitu:
Ø  Belajar dengan metode yang bervariasi. Misalnya dengan membuat ringkasan bahan pelajaran sejak awal semester.
Ø  Belajar di beberapa tempat yang cukup nyaman seperti ruang tidur, ruang khusus belajar (kalau ada), ruang tamu, di rumah teman untuk belajar bersama, dll.
Ø  Mengadakan perubahan fisik di ruang belajar
Ø  Menciptakan suasana yang menyenangkan di ruang belajar. Misalnya belajar sambil mendengar music instrumental yang tenang
Ø  Melakukan aktifitas rekreasi secara berkala
Ø  Menghindari adanya ketegangan mental di saat belajar
Ø  Melakukan aktifitas meditasi untuk menetralisir kejenuhan belajar dan menetralisir berbagai kondisi mental yang negative lainnya seperti stress, rasa cemas, tidak PD, dan menanamkan kondisi ketenangan sampai ke alam bawah sadar.
sumber: 

Selasa, 27 November 2012

IFRS dan konvergensi IFRS di Indonesia (BI-01-SS-12)

         International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan standar pencatatan dan pelaporan akuntansi yang berlaku secara internasional yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Boards (IASB), sebuah lembaga internasional yang bertujuan untuk mengembangkan suatu standar akuntansi yang tinggi, dapat dimengerti, diterapkan, dan diterima secara internasional.
            International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan standar yang dibuat oleh International Accounting Standards Boards (IASB) dengan tujuan memberikan kumpulan standar penyusunan laporan keuangan perusahaan di seluruh dunia. Perusahaan dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas tinggi, dapat diperbandingkan dan transparan yang digunakan oleh investor di pasar modal dunia maupun pihak-pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholder). Saat ini banyak negara-negara di Eropa, Asia, Afrika, Oseania dan Amerika yang menerapkan IFRS. Standar akuntansi internasional (International Accounting Standards/IAS) di susun oleh 4 organisasi utama dunia ,yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB),Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC) dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC).  
IFRS merupakan kelanjutan dari International Accounting Standards (IAS) yang sudah ada sejak tahun 1973 dan digunakan secara luas oleh negara-negara di Eropa, Inggris dan negara-negara persemakmuran Inggris. IAS disusun oleh International Accounting Standards Committee (IASC). IASC bertahan sampai dengan 2001 dan perannya digantikan IASB.

Konvergensi IFRS
Pengertian konvergensi IFRS yang digunakan merupakan awal untuk memahami apakah penyimpangan dari PSAK harus diatur dalam standar akuntansi keuangan. Pendapat yang memahami konvergensi IFRS adalah full adoption menyatakan Indonesia harus mengadopsi penuh seluruh ketentuan dalam IFRS, termasuk penyimpangan dari IFRS sebagaimana yang diatur dalam IAS 1 (2009): Presentation of Financial Statements paragraf 19-24. IFRS menekankan pada principle base dibandingkan rule base.
Tujuan akhir dari konvergensi IFRS adalah PSAK sama dengan IFRS tanpa adanya modifikasi sedikitpun. Di sisi lain, tanpa perlu mendefinisikan konvergensi IFRS itu sendiri, berdasarkan pengalaman konvergensi beberapa IFRS yang sudah dilakukan di Indonesia tidak dilakukan secara full adoption.
Indonesia akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012, Strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi ada dua macam, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan – tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara – negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara – negara berkembang seperti Indonesia.
Sasaran Konvergensi IFRS tahun 2012, yaitu merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012, Konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan secara bertahap. Adapun manfaat yang diperoleh dari konvergensi IFRS adalah memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan SAK yang dikenal secara internasional, meningkatkan arus investasi global melalui transparansi, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global, menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.


Manfaat konvergensi IFRS
  • Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional.
  • Meningkatkan arus investasi dlobal melalui transparansi.
  • Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global.
  • Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
  • Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management.
Alasan perlunya konvergensi ke IFRS?
Dengan dilakukannya konvergensi PSAK ke IFRS maka :
o   Mengurangi peran dari badan otoritas dan panduan terbatas pada industri-industri spesifik.
o   Pendekatan terbesar pada subtansi atas transaksi dan evaluasi dimana merefleksikan realitas ekonomi yang ada.
o   Peningkatan daya banding laporan keuangan dan memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional.
o   Menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan.
o   Mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis.
o   Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju “best practise”.

Inefisiensi Koperasi (BI-01-SS-12)


Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan.
Pengertian efisiensi menurut Mulyamah (1987;3) yaitu:“Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yang direalisasikan atau perkataam lain penggunaan yang sebenarnya”
Sedangkan pengertian efisiensi menurut SP.Hasibuan (1984;233-4) yang mengutip pernyataan H. Emerson adalah:“Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan.”

Adapun untuk mencari tingkat efisiensi dapat digunakan rumus sebagai berikut :
  • Efisiensi = Input Target/Output Aktual >=1
  • Jika input yang ditargetkan berbanding input aktual lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan terjadi efisiensi.
  • Jika input yang ditargetkan berbanding input aktualØ kurang daripada 1 (satu), maka efisiensi tidak tercapai.
Koperasi adalah badan usaha yang di dasari dengan rasa tanggung jawab dan tegas pada setiap anggota-anggotanya, sehingga didalam koperasi ada kerja sama yang apik yang dapat menghasilkan hasi yang baik sesuai dengan tujuan yang akan di peroleh oleh para anggota. Koperasi juga adalah badan usaha yang pada dasarnya di landasi oleh fikiran sebagai usaha kumpulan orang-orang bukan kumpulan modal. Maka dari itu koperasi tidak terlepas dari efesiensi bagi dirinya, meskipun tujuan yang mendasarnya untuk melayani anggota. Ukuran yang terjadi untuk memanfaatkan ekonomis adalah manfaat ekonomi dan pengukurannya di hubungkan oleh teori efesiensi , efektivitas serta waktu diperolehnya manfaat ekonomi tersebut. efesiensi dalam ilmu ekonomi di gunakan untuk merujuk penggunaan sejumlah konsep yang terkait pada penggunaan secara maksimal dan pemanfaatan seluruh sumber daya dalam proses produksi barang ataupun jasa pada setiap waktu. Sebuah system ekonomi dapat di kategorikan memenuhi kriteria apabila :
a. Tidak ada yang bisa dibuat menjadi lebih makmur bila tidak ada pengorbanan
b. Tidak ada pengeluaran yang dapat di peroleh tanpa adanya peningkatan jumlah pemasukan
c. Tidak ada produksi bila tanpa adanya biaya yang rendah dalam satuan unit.
 Definisi tersebut tidak akan selalu sama akan tetapi pada umumnya akan mencakup semua ide yang hanya dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia. Sebuah system ekonomi yang efisien dapat member lebih banyak barang dan jasa bagi masyarakat tanpa menggunakan lebih banyak sumber daya.


Sabtu, 24 November 2012

Inefisiensi Perbankan Indonesia (BI-01-SS-12)

Perlu dilakukan penelitian lagi untuk memastikan apakah benar penyebab inefisiensi bank di Indonesia karena tingginya remunerasi bankir. Maklum, jika salah dalam menyimpulkan, bisa menimbulkan efek yang tidak baik.
Jika dilihat dari rasio efisiensi yang tecermin dari cost to income ratio (CIR), sebenarnya perbankan Indonesia relatif cukup efisien. Perbankan di Asia memiliki rata-rata CIR berkisar 46%. Sementara CIR perbankan Indonesia berkisar 50%. Tidak jauh-jauh amat memang.
Sementara jika tolok ukurnya adalah rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), rasio untuk perbankan Indonesia berkisar 75%. Rasio BOPO ini sudah memperhitungkan biaya provisi atau cadangan.
Lantas, mengapa Bank Indonesia (BI) masih menuding perbankan Indonesia belum efisien? Lontaran pertanyaan ini mengemuka menyusul munculnya pernyataan petinggi bank sentral bahwa ditengarai salah satu penyebab inefisiensi perbankan nasional karena gaji direksi yang terlalu tinggi. Apa memang benar demikian?
Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan operasional perbankan Indonesia belum mencapai titik efisiensi yang optimal.
1.      struktur organisasi bank yang cenderung melebar dan kegemukan.
2.      komposisi antara unit non bisnis (unit pendukung) dan unit bisnis yang tidak proporsional di mana unit non bisnis yang menjadi cost center lebih besar atau banyak ketimbang unit bisnis yang menjadi profit center.
3.      penempatan pejabat bank yang tidak tepat dengan kebutuhan bisnisnya lantaran prinsip the right man on the right job tidak dilaksanakan dengan baik. Yang mengenaskan, pejabat bank yang belum berpengalaman diberi posisi dan tanggung jawab yang tinggi melebihi kapabilitasnya. Akibatnya, pejabat seperti ini bukannya menjadi asset bernilai bagi bank, sebaliknya malah menjadi liabilities.
4.      kapabilitas sumber daya manusianya di bawah rata-rata, terutama terkait dengan kapabilitas dalam mengendalikan risiko bisnis, sehingga bank dihadapkan pada biaya operasional yang besar tanpa terkendali karena kewajiban membentuk provisi atau cadangan kerugian. Kewajiban pejabat memiliki sertifikat manajemen risiko sesuai level jabatan seperti dipersyaratkan oleh regulator tidak dipatuhi sehingga potensi risiko kredit, risiko operasional dan risiko likuiditas senantiasa mengancam.
5.      pejabat bank dari tingkat pusat hingga kantor cabangnya sering terlibat ke dalam aktivitas non korporasi (contohnya aktivitas seremonial) yang cenderung boros anggaran.
6.      kesalahan bank dalam menetapkan visi, misi dan strategi sehingga terjadi deviasi yang semakin melebar tecermin dari capaian target bisnis yang rendah di bawah rata-rata industrinya.
7.      komposisi pengurus bank yang tidak ideal atau proporsional di mana lebih banyak pos direksi non bisnis ketimbang direksi bisnisnya. Ibarat kesebelasan sepakbola, komposisi direksi lebih banyak pemain bertahan (full back) dan gelandang bertahan, sementara penyerangnya hanya satu alias striker tunggal.
Masih banyak lagi faktor yang membuat operasional bank tidak efisien. Yang pasti, jika kesembilan faktor penyebab di atas dapat diselesaikan, tingkat efisiensi operasional bank bakal membaik dibandingkan sebelumnya.
Lalu, soal tingginya remunerasi bankir di Indonesia yang dituding menjadi penyebab inefisiensi, hal ini perlu pengkajian lebih dalam. Dalam praktik umum, besaran remunerasi, gaji, tantiem dan bonus untuk pengurus dan pejabat bank sepertinya menjadi domainnya industri, bukan domainnya regulator.
Menurut sinyalemen, rata-rata remunerasi bankir di Indonesia dalam setahun ternyata lebih tinggi. Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia, rata-rata remunerasi bankir di Indonesia mencapai Rp 12 miliar. Angka ini dua kali lipat dari bankir di Malaysia dan hampir 12 kali lipat dari Filipina.
Rata-rata remunerasi bankir Malaysia hanya sebesar Rp 5,6 miliar; sedangkan di Filipina hanya Rp 1,1 miliar setahun. Bahkan angka remunerasi direksi dari empat perbankan di Indonesia itu lebih tinggi dibandingkan yang ada di Thailand. Karena itu, BI akan mengkaji gaji direksi perbankan di Indonesia.
Ironisnya, gaji pegawai perbankan justru tidak menduduki tempat teratas. Rata-rata gaji pegawai bank di Indonesia masih kalah dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia. Thailand menduduki tempat teratas dengan rata-rata gaji karyawan mencapai Rp 300 juta per tahun. Di posisi kedua, Malaysia dengan Rp 236 juta per tahun. Baru disusul Indonesia sebesar Rp 193 juta per tahun. Sedangkan Filipina kembali di posisi paling buncit dengan Rp 93 juta per tahun.
Sementara itu, sumbangan biaya tenaga kerja terhadap overhead costs, Indonesia menduduki peringkat tertinggi dengan persentase 2,44% terhadap total biaya perbankan. Sementara itu, Filipina 1,81%, Malaysia 1,74%, dan Thailand 1,34%.
Jadi, kalau ada penilaian bahwa salah satu faktor penyebab rendahnya tingkat efisiensi perbankan karena tingginya biaya remunerasi dan bonus para direksi, hal ini harus direnungkan lebih dalam. Perlu dilakukan penelitian lagi untuk memastikan apakah benar penyebab inefisiensi bank di Indonesia karena tingginya remunerasi bankir. Maklum, jika salah dalam menyimpulkan, bisa menimbulkan efek yang tidak baik.
Masuk akal jika kemudian Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) berpendapat tidak perlu mempertentangkan remunerasi, termasuk gaji direksi perbankan, di Tanah Air. Hal itu hanya akan menjadi polemik dan kontroversi yang kontraproduktif. Ini lantaran pemberian remunerasi dan gaji direksi ataupun karyawan bank adalah hak dari masing-masing bank. Adalah hal wajar pemilik dan pemegang saham memberikan apresiasi atas kinerja direksi dan karyawan bank dalam mengembangkan bisnisnya.
Jadi, sebenarnya delapan faktor yang disebutkan di atas yang sebenarnya menjadi sumber inefisiensi bank dan sudah semestinya bank-bank merenungkan dan mencari jalan keluarnya. Beberapa upaya yang harus dilakukan, antara lain:
- memperbaiki struktur organisasi agar lebih business oriented;
- merekomposisi pos-pos direksi agar lebih agresif melakukan penetrasi pasar;
- mengurangi semua aktivitas non korporasi;
- meninjau ulang visi, misi dan strategi pengembangan bisnis;


Sumber: http://www.infobanknews.com/2012/07/menyoal-inefisiensi-perbankan-indonesia/